Penanusa.com – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) menetapkan status hukum Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab (MRS/Habib Rizieq), sebagai Tersangka dalam perkara kerumunan massa di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 14 November 2020 lalu.
“Dari hasil Gelar Perkara, menyimpulkan ada enam yang ditetapkan sebagai Tersangka. Yang pertama, sebagai penyelenggara, Saudara MRS sendiri. Disangkakan Pasal 160 dan 216 [KUHP],” kata Kabidhumas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, dalam keterangan persnya, Kamis, 10 Desember 2020.
Sementara itu lima Tersangka lainnya adalah: Ketua panitia Maulid Nabi dan pernikahan putri Habib Rizieq, HU; sekretaris panitia, A; penanggung jawab bidang keamanan, MS; penanggung jawab acara, SL; dan kepala seksi acara, HI.
Baca juga: Cak Nun: Sekarang Saatnya Dialog 4 Mata Jokowi-Habib Rizieq |
“Enam orang ini kita tingkatkan [status hukumnya] dari Saksi sebagai Tersangka,” ungkap Kombes Pol Yusri Yunus sembari menjelaskan bahwa proses Gelar Perkara kasus pelanggaran protokol kesehatan tersebut telah dilaksanakan pada Selasa, 8 Desember 2020.
Berdasarkan Wetboek van Strafrecht (WvS) dari situs hukumonline.com, berikut bunyi Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut:
Pasal 160
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 216
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undangundang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terusmenerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga. (*)
Baca juga: Tak Takut Hadapi Teror, HRS: Saya Siap Mati Syahid |