banner-side-160x600.jpg
banner-side-160x600.jpg
banner-970x250.jpg

Kalung Antivirus Corona: Bukan Kalung Biasa!

Kalung Antivirus Corona: Bukan Kalung Biasa!

Penanusa.com – Kementerian Pertanian tengah mengembangkan kalung antivirus corona berbasis eucalyptus. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menyatakan kalung ini akan diproduksi massal pada Agustus 2020 mendatang.

Badan Pengembangan dan Penelitian (Balitbang) Kementan mendapatkan hasil pengujian formula eucalyptus mampu membunuh virus influenza, virus beta, dan gamma corona dengan persentase 80-100 persen. Oleh karena itu, fomula dari tanaman atsiri ini diyakini juga mampu menangkal virus corona baru (COVID-19).

“Balitbangtan membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem, dan defuser. Kami akan terus kembangkan dengan target utamanya korban terpapar virus COVID-19. Insya Allah, ini akan berhasil. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk takut terhadap virus ini. Tetapi kita juga harus terus waspada. Saya berharap inovasi ini bisa cepat dibagikan kepada masyarakat luas,” kata Syahrul Yasin Limpo, dikutip dari Kompas.com, Minggu, 5 Juli 2020.

Namun rencana tersebut mendapat banyak respons negatif dari berbagai kalangan. Sebagai contoh, di Twitter muncul trending topic #KalungAntiBego dengan maksud olok-olok. Ramai netizen (warganet) menganggap rencana itu sebagai lelucon karena bagi mereka tak mungkin COVID-19 bisa ditangkal dengan sebuah “kalung” di saat vaksinnya saja belum ditemukan.

Meski mengakui eucalyptus memiliki potensi antivirus, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman,  tidak menemukan hubungan yang kuat antara kalung antivirus yang dikembangkan Kementan dengan pencegahan paparan COVID-19. Karena, menurutnya, penularan COVID-19 terjadi melalui mekanisme droplet aerosol yang terhirup hidung atau melalui sentuhan ke mata dan mulut. “Saya tidak melihat relevansi yang kuat antara kalung di leher dengan paparan virus ke mata, mulut, dan hidung,” katanya melalui Kompas.com.

Dicky menjelaskan, riset membuktikan potensi antivirus eucalyptus dapat berfungsi jika digunakan dalam bentuk spray dan filter. Dan hanya ampuh untuk jenis virus tertentu yang sudah umum, bukan COVID-19. Karena itulah, ia menilai rencana produksi massal kalung antivirus tersebut berpotensi menimbulkan salah persepsi dan tampak terlalu dipaksakan.

Ahli Farmakologi dari Universitas Gajah Mada, Prof Zullies Ikawati, mencoba meluruskan dengan mengatakan bahwa kalung antivirus tersebut bukanlah kalung biasa yang berfungsi sebagai aksesoris atau perhiasan.

“Mungkin yang perlu dijelaskan kepada masyarakat adalah bahwa bentuk kalung anticorona itu bukanlah seperti kalung yang kita bayangkan. Namun semacam aksesori aromaterapi, yang bukan cuma dikalungin, tetapi digunakan dengan cara dihirup-hirup dengan aturan tertentu. Jadi prinsipnya adalah semacam menggunakan inhaler, yang dibuat dalam bentuk kalung. Mungkin biar enggak jatuh-jatuh dan gampang ilang,” kata Prof Zullies saat wawancara eklusif di TvOne 4 Juli 2020, yang dikutip Terkini.id.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah klaim efek antivirusnya, yang masih perlu dibuktikan. Perlu dipastikan apakah dosis yang berefek sebagai antivirus yang digunakan pada uji invitro dapat tercapai ketika digunakan dalam aromaterapi atau dengan cara dihirup-hirup. Apalagi disebutkan juga di media, bahwa dengan memakai kalung anticorona tersebut selama 15 menit, dapat membunuh 42 persen virus, jika dipakai 30 menit dapat membunuh 80 persen virus corona. Angka-angka itu didapat dari mana?” tambah Prof Zullies.

Eucalyptus oil (minyak kayu putih) sendiri sudah banyak diteliti dan memiliki efek antivirus, termasuk pada virus corona. Namun sejauh ini memang belum dicoba langsung pada SARSCoV-2 atau COVID-19. Hanya saja, karena virus baru ini masih termasuk virus corona maka diduga bisa juga ditangkal dengan eucalyptus oil.

“Minyak kayu putih sebagai pelega pernapasan, menghangatkan badan, menyamankan tenggorokan, memang sudah dipakai bertahun-tahun secara empiris oleh masyarakat. Jadi sebagai terapi simptomatik COVID, it’s OK. Memposisikan minyak kayu putih sebagai terapi supportif Covid-19 sudah sangat baik. Saya sendiri suka meneteskan minyak kayu putih pada tisu yang saya pasang di masker. Harumnya khas, hangat, dan melonggarkan napas. Tapi apakah masih bisa berefek sebagai antivirus dengan dosis yang terhirup, saya tidak bisa menjawabnya,” terang Prof Zullies.

“Mungkin akan lebih bijak untuk berhati-hati menyatakan klaim antivirus ketika sudah bakal digunakan pada manusia,” tegasnya.

Muncul cemooh, olok-olok, dan penentangan pada sesuatu yang baru memang wajar terjadi. Tak jarang cemooh tersebut terbukti benar di kemudian hari. Namun sering juga justru penemuan baru itu yang terbukti berfungsi baik dan semakin terkenal. Banyak cerita beberapa penemuan baru yang awal kemunculannya ditertawakan orang tapi berguna bagi banyak orang di lain hari.

Berikut beberapa contohnya diambil dari Medium.com:

 

“‘Telepon’ ini memiliki terlalu banyak kekurangan untuk dianggap serius sebagai alat komunikasi. Perangkat ini tidak berharga bagi kita.“

Memo internal Western Union, 1876 tentang inovasi telepon.

 

“Saya tidak percaya adanya kereta bermotor (mobil) akan menggantikan keberadaan kereta kuda kuda.”

Mr. Scott-Montague, MP, di Britania Raya in 1903.

 

“Kotak musik nirkabel ini tidak memiliki nilai komersial. Siapa yang mau membayar pesan yang dikirim pada seseorang yang tidak spesifik?”

David Sarnoff’s Associates menolak proposal permintaan investasi untuk radio di tahun 1920s.

 

“Siapa sih yang mau mendengar aktor bicara?”

H.M. Warner (Warner Brothers) ketika menolak proposal untuk film dengan suara pada tahun 1927.

 

“Produk itu (Aspirin) tidak berharga.”

Surat yang dikirim oleh Heinrich Dreser, kepala Institut Farmakologi Bayer, ketika menolak penemuan aspirin dari Felix Hoffmann. Pada saat itu, Bayer memiliki obat penghilang nyeri unggulannya bernama diacetylmorphine.