Studi sosial tentang pemimpin Islam di Indonesia menunjukkan kiai adalah tokoh yang mempunyai posisi strategis dan sentral dalam masyarakat. Posisi strategis mereka itu terkait dengan kedudukannya sebagai orang yang terdidik dan kaya di tengah masyarakat. Kiai sebagai pemimpin Islam informal adalah orang yang diyakini masyarakat mempunyai otoritas yang sangat besar dan kharismatik. Sesuai apa yang dikatakan oleh Gaetano Mosca tentang elit di masyarakat, bahwa ada dua elit yang mempengaruhi kehidupan dalam masyarakat yakni elit pemerintah dan elit non-pemerintah.
Elit pemerintah memengaruhi segala kebijakan struktural yang berdampak langsung terhadap rakyat, sedangkan elit non-pemerintah seperti kiai memang tidak memengaruhi kebijakan secara struktural jika ia tidak terjun ke politik atau menjadi pejabat politik. Namun tetap saja memiliki peran strategis dalam kehidupan masyarakat dan dengan modal sosial (social capital) peran sang kiai akan bertambah kuat ketika jabatan penting dalam pemerintahan berhasil dijabat seperti Bupati, Gubernur, Wali Kota, DPR dan lainnya.
Seorang kiai dianggap telah memiliki kecakapan dalam pendidikan dan ketaatan kepada Tuhan, melebihi ketaatan masyarakat pada umumnya, oleh karena itu kiai dianggap sebagai pemimpin yang ideal dalam memimpin masyarakat. Bahkan, pada sebagian masyarakat, masih sangat kuat kepercayaan tentang perintah kiai adalah sebuah sabda yang wajib diikuti, jika tidak diikuti maka akan berdosa karena tidak mematuhi perintah guru dan akan kena bala (petaka).
Sayangnya, kepercayaan yang diberikan masyarakat tidak sepenuhnya dijaga oleh sebagian kiai. Kepercayaan itu cenderung disalahgunakan dengan melakukan korupsi untuk memperkaya diri dan bahkan cenderung dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan status quo melalui kolusi dan nepotisme.
Ilmu agama yang kuat dianggap tidak akan bisa menggoyahkan para tokoh agama termasuk kiai dalam melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama, termasuk korupsi. Namun kenyataanya sangat berbeda, agama yang menjadi pegangan hidup tidak mampu membentengi para tokoh agama agar tidak terjebak dalam pusaran korupsi.
Bagi kaum moralis, fenomena koruptor yang rajin beribadah akan dipandang sebagai bentuk pelecehan terhadap agama. Nyatanya, kerajinannya dalam beribadah tidak membawa dampak positif terhadap perilakunya sebagai pemegang amanah rakyat. Ibadah hanya dijadikan simbolisme saja, bentuk ketaatan parsial yang tidak berefek pada penyadaran diri dan ketaqwaan yang hakiki. Padahal Tuhan tidak akan menerima ibadah hambaNya yang berperilaku dzalim terhadap sesama.
Dalam Islam, sejak awal stigma munafik telah diberikan kepada orang yang sengaja memfungsikan Islam sebagai kedok.Al-Munafiqun adalah musuh yang paling berbahaya bahkan dalam Al-Qur’an dan hadits pun banyak disebutkan bahwa kaum munafik adalah orang-orang yang dikutuk Tuhan.
Kesadaran masyarakat harus dibangun bahwa tidak ada jaminan bagi seorang kiai untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Memilih pemimpin yang adil, jujur dan berintegritas lebih utama daripada memilih seorang pemimpin yang karena keturunannya dianggap sebagai kiai.
Kasus penangkapan dugaan korupsi oleh KPK terhadap beberapa bupati dan pejabat pemerintah lainnya yang menyandang predikat kiai di Jawa Timur, merupakan salah satu bukti bahwa tidak ada jaminan seorang kiai bersih dari korupsi. Fakta ini menunjukkan bagaimana kekuasaan dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya melalui jabatan yang dimiliki, dipertahankan oleh kiai melalui kepercayaan yang diberikan masyarakat.
Korupsi di Negara ini telah menjadi sebuah industri ilegal yang mesin industrinya dijalankan oleh para elit birokrasi, politisi dan cukong-cukongnya. Belum lagi sangsi hukumnya juga terkesan ringan sehingga publikpun berseloroh: Para koruptor masih dengan leluasa menikmati hasil curiannya setelah keluar dari penjara dunia. Sangsi yang terlalu ringan terhadap pelaku korupsi mengakibatkan tidak ada efek jera untuk tidak melakukan korupsi. Perilaku kotuptif bukan berkurang, malah kian hari kian bertambah.Itu adalah fakta, belive or not it is the fact.
Ada ungkapan bahasa Belanda: Hoe groter geest, hoe groter beest. Artinya semakin tinggi status sosial atau semakin pandai orang itu, semakin tinggi kebinatangannya. Korupsi yang sedang terjadi di Negeri ini memang dilakukan orang pintar dan memiliki kekuasaan. Karenanya orang awam mengatakan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia ini nyaris sempurna.
ITA ANISTIANAH