Penanusa.com – Pembubaran Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi kemasyarakatan oleh pemerintah banyak menuai kritik. Langkah yang dilakukan pemerintah dinilai tidak normal.
Di antaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( BEM UI) yang memuat kritikan tersebut dalam pernyataan sikap resmi BEM UI yang terbit, Minggu (3/1/2021).
“Prosedur dan landasan atas keputusan dilarangnya organisasi kemasyarakatan tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945,” tulis pernyataan sikap mereka, dilansir kompas.com.
Baca juga: Ini Daftar Syarat dan Tempat Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia
Sebagai informasi, pembubaran dan pelarangan kegiatan FPI didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 menteri.
Keenamnya adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
BEM UI menilai, UU Ormas yang dijadikan rujukan bagi SKB 6 Menteri itu tak selaras dengan konsep negara hukum yang menjunjung kebebasan berserikat.
Sejak UU Ormas direvisi melalui Perppu lalu direvisi menjadi UU Ormas yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2013), mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas dihapus.
Akibatnya, hal ini memberikan kewenangan yang kelewat besar bagi eksekutif untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan.
Preseden dibubarkannya FPI dianggap dapat menjadi alarm bagi kebebasan berserikat di Indonesia, karena sewaktu-waktu menghadapi ancaman pembubaran oleh pemerintah tanpa proses peradilan.
“Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan,” kata Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho.
Fajar menegaskan bahwa pihaknya bukan sedang membela FPI sebagai ormas.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 Dilakukan dalam 4 Tahap, Ini Rinciannya
“Kita membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan dan hari ini kebetulan konteksnya FPI,” ujarnya.
Sebelumnya, kritik senada juga dilontarkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari.
Menurut Feri, pembubaran FPI tanpa proses peradilan berdasarkan UU Ormas sudah sesuai, tetapi bisa jadi tidak sesuai jika berkaca pada pasal 28 UUD 1945, di mana negara menjamin kebebasan berserikat.
“Kalau basisnya Undang-Undang Dasar belum tentu langkah-langkah pemerintah membatasi FPI dalam artian undang-undang mencabut status badan hukumnya atau surat keterangan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM,” kata Feri, Kamis (31/12/2020).
Pemerintah sebelumnya mempunyai enam alasan membubarkan FPI. Dari enam alasan, tiga di antaranya bisa dibilang sangat krusial, yakni pemerintah beralasan jika FPI secara de jure sudah bubar sejak 21 Juni 2019.
Hal itu merujuk Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Alasan berikutnya adalah ditemukannya 35 pengurus atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung diduga terlibat dalam tindak pidana terorisme. Sebanyak 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
Baca juga: Indonesia Butuh Sekitar 426 Juta Dosis Vaksin untuk “Herd Immunity”
“Di samping itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Selanjutnya, adanya pelanggaran hukum oleh pengurus atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di masyarakat.
Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menunjukkan video yang menayangkan sejumlah anggota Front Pembela Islam (FPI) berbaiat kepada kelompok teror Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).
Dalam video tersebut diperlihatkan anggota FPI mendukung baiat massal kepada ISIS di Makassar pada 25 Januari 2015.
Selain itu, pemerintah juga memperlihatkan video saat anggota FPI ada yang berorasi mendukung keberadaan ISIS. (*)