banner-side-160x600.jpg
banner-side-160x600.jpg
banner-970x250.jpg

Lonjakan Permintaan Kedelai China kepada AS jadi Penyebab Harga Kedelai Meroket

Lonjakan Permintaan Kedelai China kepada AS jadi Penyebab Harga Kedelai Meroket

Penanusa.com – Produksi tempe dan tahu sementara di daerah DKI Jakarta berhenti. Dampaknya di sekitar wilayah Ibu Kota bakal terjadi kelangkaan dua makanan pokok masyarakat.

Sekitar 5000 Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang tergabung Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta menghentikan produksi dari tanggal 1-3 Januari 2021.

Itu dilakukan sebagai bentuk protes atas kenaikan haraga bahan baku kedelai yang meroket. Dari Rp7.200 menjadi Rp9.200 per kilogram (kg).

Harga Bahan Baku Kedelai Meroket, Tempe dan Tahu Kini Langka Ditemukan

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95 per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92 per bushels.

Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar USD 461 ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat USD 435 ton.

Menurut Suhanto, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.

Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.

Baca juga: Wendy Akhirnya Kembali, Red Velvet Tampil Komplet dengan 5 Personel

“Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” jelas Suhanto di Jakarta, dilansir dari merdeka.com dari Antara. (*)