Penanusa.com – Pemilihan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dalam Konferensi Wilayah (Konferwil) XX yang dilaksanakan pada tanggal 2-4 April 2021 masih menyisakan persoalan yang belum selesai, di mana belum adanya ketua Tanfidziyah yang terpilih.
Di dalam persidangan, dua calon PWNU yang diusulkan peserta sidang yaitu KH Samsul Ma’arif dan H Marullah Matali sama-sama meraih tiga suara dari total enam suara, walaupun sudah melalui voting di putaran kedua. Oleh karena itu sesuai aturan, putusan diserahkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk memilih ketua PWNU DKI Jakarta Masa Khidmat 2021-2026.
Persoalan kekosongan kepemimpinan ini direspon oleh mantan Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta, Abdul Azis. Menurutnya kekosongan itu harus segera diisi agar tidak terjadi konflik interest. Dia pun mendorong PBNU untuk menunjuk H Juri Ardiantoro sebagai pejabat sementara demi menyelamatkan NU.
Baca juga: Beredar Dua Versi SK PCNU Jaksel, Mana yang Benar? |
“Kami berharap PBNU untuk dapat menyelesaikannya dan mengambil langkah-langkah lanjutan untuk memilih Tanfidz PWNU DKI Jakarta dengan mengambil konsep tawazun, tasamuh, itidal, dan musyawarah mufakat. Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan, kami mendorong PBNU untuk menunjuk pejabat sementara demi menyelamatkan NU DKI Jakarta,” kata Abdul Azis, pada Selasa, 6 April 2021.
Namun hal ini dianggap kontraproduktif terhadap hasil Konferwil. Wakil Sekretaris PWNU DKI Jakarta masa Khidmat 2016-2021, H Djunaidi Sahal, menganggap usulan caretaker sebagai upaya untuk menggagalkan hasil Konferwil yang sudah menetapkan Rois Syuriyah.
“Karena Rois Syuriyah sudah terpilih, maka tidak perlu ada usulan caretaker. Kita serahkan kepada PBNU untuk menentukan. Ini saya yakin ada upaya mau menggagalkan hasil Konferwil yang sudah menetapkan KH Muhyidin Ishak sebagai Ketua Rois Syuriyah,” kata Djunai saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu, 7 April 2021.
Djunai juga menyinggung persoalan tata tertib Konferwil yang sudah ditetapkan oleh panitia dan disetujui peserta sidang masih menyisakan persoalan persyaratan pencalonan yang dilakukan salah satu calon.
“Ada cacat dalam persyaratan pencalonan, karena ada keharusan untuk menyertakan salinan SK yang didalamnya terdapat nama calon baik di Pengurus Cabang Maupun Wilayah,” jelas Djunai.
“Sedangkan dokumen yang diberikan oleh Marullah Matali adalah buku panduan, bukan salinan SK. Oleh karena itu PBNU Harus membentuk tim untuk memverifikasi dokumen persyaratan bakal calon atas nama H Marullah Matali,” tambahnya.
Djunai menganggap ada kejanggalan dalam hal ini dan menyayangkan ketidaktelitian yang dilakukan oleh H Marullah Matali yang juga seorang pejabat daerah.
“Patut diduga ini ada kejanggalan. Sangat disayangkan, sebagai seorang pejabat (Sekda), tidak teliti dalam melengkapi dokumen persyaratan bakal calon,” tegasnya.
“Dan ini bisa berdampak hukum, karena saya mendengar ada pihak-pihak yang ingin melaporkan ke pihak yang berwenang,” tutupnya. (*)