Riset terbaru dari perusahaan keamanan siber AS, NTT Ltd bertajuk 2020 Global Network Insights Report menunjukkan bahwa 46,3 persen perangkat atau jaringan IT di tempat kerja sudah usang atau lawas sehingga dapat meningkatkan risiko serangan siber.
Perangkat atau jaringan IT yang sudah lawas itu yang menjadi salah satu penyebab tingginya serangan siber selama kebijakan Work From Home (WFH) imbas pandemi virus corona Covid-19.
Laporan ini diambil dari data penilaian teknologi yang dilakukan lebih dari 1.000 klien NTT dan mencakup lebih dari 800 ribu perangkat jaringan. Hasil laporan tersebut melonjak tajam dibanding tahun 2017 yang hanya berada di angka 4,3 persen.
“Memasuki New Normal ini banyak pebisnis yang perlu dipaksa untuk meninjau strategi jaringan dan keamanan arsitektur serta model operasional untuk mengelola risiko keamanan siber yang lebih baik,” tulis Executive Vice President Intelligent Infrastructure NTT, Rob Lopez dikutip dari keterangan rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (22/6).
“Kami berharap untuk melihat perubahan strategi dalam menciptakan prioritas pada kelangsungan bisnis dan persiapan untuk menghadapi masa depan jika kebijakan lockdown corona Covid-19 sudah mereda. Infrastruktur jaringan perlu dirancang secara tepat,” sambungnya.
Risiko serangan siber di tengah pandemi Covid-19 kata Lopez diakibatkan oleh masifnya konsumsi bandwidth karena penerapan kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH). Konsumsi data yang banyak digunakan ialah untuk aktivitas rapat online lewat layanan konferensi video.
Data 2020 Global Network Insights Report pun menunjukkan bahwa perangkat IT yang sudah tua itu rata-rata memiliki kerentanan diserang oleh peretas sebanyak 42,2 persen.
Risiko ini akan semakin memburuk jika perusahaan tidak buru-buru memperbarui perangkat atau meninjau ulang sistem operasi yang mereka gunakan.
Dalam tatanan New Normal virus corona kata Lopez, dibutuhkan peralatan, pengetahuan, dan keahlian untuk merancang ulang jaringan.
“Contoh, saat kita beralih ke masa New Normal, Artificial Intelligence (AI) dan machine learning dapat diterapkan untuk membantu memonitor langkah-langkah social distancing. Dengan demikian, jaringan akan menjadi platform krusial yang memungkinkan hal itu dilakukan,” kata Lopez.
Sebelumnya, Sebuah data yang ditulis Cybernews menunjukkan bahwa selama pandemi virus corona SARS-Cov-2 (Covid-19), banyak orang yang ingin belajar menjadi peretas atau hacker.
Hal ini terkait dengan meningkatkan angka pengangguran di seluruh dunia saat pandemi Covid-19. Hacking atau peretasan menjadi salah satu alternatif yang dicari untuk mendapatkan penghasilan.
Sehingga diperkirakan tahun ini angka kejahatan siber bakal melesat tinggi akibat pelemahan ekonomi. Cybernews memperkirakan akan terjadi gelombang kejahatan siber besar-besaran akhir tahun ini.
Berdasarkan penelusuran Cybernews, pencarian soal hacking, scamming, dan bentuk kejahatan siber lain meningkat pesat. Peningkatan kata kunci tersebut terjadi pada awal Maret hingga Mei 2020.
Menurut Edvardas Mikalauskas dari Cybernews, kata kunci hacking course (kursus peretasan) dan ethical hacking course (kursus etika peretasan) bahkan mencapai titik pencarian tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, terjadi peningkatan kunjungan situs maupun forum hacker sebesar 66 persen pada Maret.
Lima kata kunci kejahatan siber mencapai puncak pencarian tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sementara delapan kata kunci terkait belajar meretas mencapai titik tertinggi dalam setahun terakhir.
Kelima kata kunci itu adalah how to get on dark web (bagaimana cara mendapatkan dark web), how to scam (bagaimana cara melakukan scam), dan learn hacking (belajar meretas). (din/DAL)
Baca juga: MacBook Air Baru dengan 7 Keunggulan, Lebih Ramah Lingkungan