Penanusa.com – Selain menunggu emergency use authorization (izin penggunaan darurat) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), vaksinasi COVID-19 juga menunggu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait kehalalannya, sebelum akhirnya disuntikkan kepada masyarakat secara serentak.
Pemerintah menegaskan, tanpa fatwa halal MUI, vaksinasi COVID-19 tidak akan dilakukan.
“Pemerintah tidak akan pernah melakukan vaksinasi ke berbagai daerah kepada semua orang tanpa ada fatwa dari MUI mengenai kehalalan dari vaksin itu,” kata Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, di Jakarta, Selasa, 5 Januari 2021, dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, saat ini tim dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI sedang bekerja mengkaji kehalalan vaksin COVID-19 buatan Sinovac, China yang telah tiba di Indonesia dan mulai didistribusikan ke berbagai wilayah.
“Kalau BPOM itu kan mengerjakan bagaimana efektivitas vaksin, kemujarabannya. Kalau itu sudah oke, baru kemudian secara paralel juga teman-teman dari MUI akan menentukan apakah vaksin itu halal atau tidak,” jelas masduki Baidlowi yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI.
Baca juga: Mengapa Nakes Jadi Prioritas Vaksinasi? dr Reisa: Untuk Melahirkan Seorang Nakes Butuh 4-7 Tahun |
Sebanyak 3 juta dosis vaksin COVID-19 buatan Sinovac telah tiba di Indonesia dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 1,2 juta dosis pada 6 Desember 2020 dan tahap kedua sebanyak 1,8 juta dosis pada 31 Desember 2020.
Vaksin tersebut telah didistribusikan ke berbagai wilayah: Banten 14.560 dosis; Jawa Tengah 62.560 dosis; Jambi 20.000 dosis; Sumatera Barat 36.920 dosis; Sumatera Selatan 30.000 dosis; Bengkulu 20.280 dosis; Kalimantan Utara 10.680 dosis; Sulawesi Barat 5.960 dosisi; dan Papua 14.680 dosis.
Pendistribusian vaksin tersebut dilakukan sebagai salah satu langkah persiapan agar vaksinasi berjalan serentak ketika izin BPOM dan fatwa halal MUI keluar. (*)
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 Dilakukan dalam 4 Tahap, Ini Rinciannya |