Penanusa.com – Karena Indonesia memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia, ditambah adanya kenaikan kelas menengah, industri keuangan syariah Islam mampu tumbuh positif meski ditekan pandemi COVID-19 dan nilai pertumbuhannya lebih tinggi dibanding keuangan konvensional.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam simposium virtual Sharia Business and Academic Synergy di Jakarta, Selasa, 29 Desember 2020, seperti dikabarkan Kantor Berita Antara.
Bahkan, sejak tiga dasawarsa terakhir, Sri Mulyani mencatat industri keuangan syariah berkembang mengesankan dengan pertumbuhan aset keuangan syariah mencapai Rp1.710,16 triliun dengan pangsa pasar 9,69 persen hingga September 2020. Nilai ini dihitung di luar saham syariah.
Aset keuangan syariah itu meliputi perbankan syariah sebesar Rp575,85 triliun, industri keuangan bukan bank syariah sebesar Rp111,44 triliun, dan pasar modal syariah sebesar Rp1.022,87 triliun.
Baca juga: Hingga 23 Desember 2020, Penerimaan Pajak Indonesia Capai Rp1.019,56 Triliun |
Selain itu, penyaluran kredit perbankan syariah juga tercatat jauh lebih tinggi dibanding perbankan konvensional dengan perbandingan 9,42 persen melawan 0,55 persen.Hingga September 2020, aset perbankan syariah tumbuh 10,97 persen, lebih tinggi dibanding perbankan konvensional sebesar 7,7 persen. Demikian juga dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan syariah mampu tumbuh 11,56 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional sebesar 11,49 persen.
“Kinerja bank syariah ini perlu menjadi salah satu jembatan dan modal awal bagi kita untuk terus mengembangkan sebuah ekosistem keuangan syariah yang berkualitas,” kata Sri Mulyani.
Menurutnya, dalam tekanan akibat pandemi sekalipun, intermediasi perbankan syariah justru tumbuh stabil dan lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional yang menurun. Kondisi yang kerap terjadi dalam krisis, seperti pada krisis 2008. (*)
Baca juga: Formulasi Vaksin+UU Ciptaker Diyakini Mampu Pulihkan Ekonomi Indonesia |